Aksara yang mengalir begitu saja – mbuh lah..

Waiting on the World to Change

Kawabata Yasunari

with one comment

200px-kawabata_yasunari.jpg

Kawabata Yasunari. Orang barat membalik penyebutan namanya menjadi Yasunari Kawabata, barangkali karena kebiasaan penyebutan nama keluarga di belakang nama diri. Sastrawan Jepang penerima hadiah Nobel Kesusastraan tahun 1968 ini dikenal luas dunia terutama lewat novel-novelnya seperti Izu no Odoriko (The Dancing Girl of Izu; Penari dari Izu), Yukiguni (Snow Country; Negeri Salju), dan Yama no Oto (The Sound of The Mountain; Suara dari Gunung). Ada sebongkah kekuatan nan halus dalam tulisan-tulisannya – khas Jepang – yang hanya mungkin ditemukan pada karya-karya sejajar para penulis besar dari belahan dunia yang lain dalam gaya yang berbeda.

Selain menulis novel, Kawabata juga menulis cerpen. Kawabata menamai cerita-cerita pendeknya sebagai Tenohira No Shosetsu; ‘Kisah-kisah telapak tangan’. Dan memang itulah yang sesungguhnya Dia sukai: menulis cerita-cerita yang pendek namun bernas tentang peristiwa sehari-hari dengan gaya prosa liris, terlihat kalem dan enteng di permukaan namun sesungguhnya amat dalam, menyerupai sebuah sketsa impresionistis (dua terjemahan cerpennya Delima dan Pohon Prem dapat anda baca di weblog ini).

Kawabata lahir di Osaka pada 14 Juni 1899. Pada usia dua tahun dia telah menjadi yatim piatu sehingga diasuh oleh kakek-neneknya, sementara kakak perempuannya diasuh oleh bibinya. Namun hal tersebut tidak bertahan lama. Neneknya meninggal ketika usianya baru tujuh tahun, disusul oleh kakeknya yang meninggal ketika Ia berusia lima belas.

Kehilangan orang-orang terdekat dalam usia yang begitu muda, Kawabata lantas ikut bersama keluarga ibuya. Selanjutnya dia tinggal secara mandiri di sebuah asrama dekat sekolah menengah atas tempatnya menimba ilmu.

Pada bulan Maret 1917 selulus SMU Dia berangkat ke Tokyo unuk mengikuti ujian Dai-chi Koto-gakko (First Upper School) di bawah ampuan Universitas Kekaisaran Tokyo (Tokyo Imperial University).

Semasih kuliah aktivitas Kawabata antara lain ‘membangunkan’ kembali majalah sastra Universitas Tokyo Shin-shico yang telah mati suri selama empat tahun. Di media tersebut Kawabata sekaligus menerbitkan cerpennya yang pertama, Shokonsai Ikkei (A Scene from a Seance).

Kawabata lulus kuliah tahun 1924, tahun yang sama ketika Dia mulai menarik perhatian beberapa penulis dan redaktur sastra ternama, antara lain Kikuchi Kan, redaktur media sastra Bungei Shunju tempat Dia mengajukan karya-karyanya untuk dimuat. Oktober tahun itu pula Dia bersama sejumlah sastrawan seperti Kataoka Teppei dan Yokomitsu Riichi menerbitkan jurnal sastra Bungei Jidai (The Artistic Age; Zaman Artistik), sebagai reaksi atas kesusastraan tradisional Jepang yang berakar pada naturalisme, sekaligus juga mengambil posisi berlawanan dengan gerakan sastra proletar yang diusung sastrawan komunis. Selain menulis fiksi, Kawabata bekerja sebagai reporter di Mainichi Shimbun.

Meski menolak terjun ke dalam kegairahan militeristik yang melanda Jepang selama perang dunia kedua, tidak bisa dipungkiri bahwa suasana perang berpengaruh terhadap hasil karyanya. Sejumlah kritikus melihat adanya pergeseran tematis pada tulisan-tulisan Kawabata sebelum dan sesudah perang. Hal ini diakui sendiri olehnya, di mana Dia sempat menyatakan dengan getir bahwa setelah perang Dia hanya mampu menulis sejumlah elegi alias syair-syair ratapan belaka.

Mungkin hal itu pula yang membuatnya mengambil keputusan drastis, yakni mengakhiri hidupnya sendiri. Tanggal 16 April 1972 Kawabata ditemukan tewas bunuh diri dengan mengisap gas beracun.

Sejumlah teori bermunculan (selain teori stagnasi kreativitas) untuk menjelaskan motif bunuh diri Kawabata. Satu teori mengatakan bahwa Kawabata bunuh diri karena tidak tahan dengan kondisi kesehatannya yang memburuk (dia menderita Parkinson). Teori lain menyebutkan bahwa kematian sahabatnya, sastrawan kenamaan Yukio Mishima – yang bunuh diri dengan cara yang spektakuler dengan melakukan upacara harakiri di markas pasukan beladiri Jepang bersama ‘kekasih’ pria-nya Morita – sangat mengejutkannya sehingga Kawabata mengambil keputusan yang sama. Tidak ada yang dapat memastikan motif sebenarnya, karena Kawabata tidak meninggalkan catatan apapun sebelum Dia meninggal.

Karya-karya terpilih dari Kawabata Yasunari:

1926 Izu no Odoriko (The Dancing Girl of Izu)

1930 Asakusa Kureinaidan (The Scarlet Gang of Asakusa)

1935-37, 1947 Yukiguni (Snow Country)

1951-54 Meijin (The Master of Go)

1949-52 Senbazuru (Thousand Cranes)

1949-54 Yama no Oto (The Sound of the Mountain)

1954 Mizuumi (The Lake)

1961 Nemureru Bijo (The House of the Sleeping Beauties)

1962 Koto (The Old Capital)

1964 Utsukushisa to Kanashimi (To Beauty and Sadness)

1964 Kataude (One Arm)

Tenohira no Shosetsu (Palm-of-the-Hand Stories)

Referensi:

Written by jojoba

Oktober 19, 2007 pada 7:42 am

Satu Tanggapan

Subscribe to comments with RSS.

  1. mas..setoke tisih ora?…lagi butuh kiye..kiu titipan pesene si iyan mas..si pria elemen… mas, ya ak pernah denger bahkan pernah baca bukune yas kawabata..tp ak ra baca ampe rampung

    pingu

    April 23, 2008 at 8:51 pm


Tinggalkan Balasan ke pingu Batalkan balasan